Sulawesi
Tengah memiliki beberapa kawasan konservasi seperti suaka alam, suaka
margasatwa dan hutan lindung yang memiliki keunikan flora dan fauna yang
sekaligus menjadi obyek penelitian bagi para ilmuwan dan naturalis. Ibukota
Sulawesi Tengah adalah Palu. Kota ini terletak di Teluk Palu dan terbagi dua
oleh Sungai Palu yang membujur dari Lembah Palu dan bermuara di laut.
Sulawesi Tengah kaya akan budaya
yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi yang menyangkut aspek kehidupan
dipelihara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama adalah
warisan budaya yang tetap terpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk
dengan berbagai pengaruh modern serta pengaruh agama.
Karena
banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak
perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam
masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai bagian barat kabupaten Donggala telah
bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat
Gorontalo. Di bagian timur pulau Sulawesi, juga terdapat pengaruh kuat
Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah Luwuk dan sebaran suku
Gorontalo di kecamatan Bualemo yang
cukup dominan.
Ada
juga pengaruh dari Sumatera Barat seperti nampak dalam dekorasi upacara
perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman
Hindu. Pusat-pusat penenunan terdapat di Donggala Kodi, Watusampu, Palu,
Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik spesial yang
bermotif Bali, India dan Jepang masih dapat ditemukan.
Sementara
masyarakat pegunungan memiliki budaya tersendiri yang banyak dipengaruhi suku
Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian, tradisi, adat, model pakaian dan
arsitektur rumah berbeda dengan Toraja, seperti contohnya ialah mereka
menggunakan kulit beringin sebagai pakaian penghangat badan. Rumah tradisional
Sulawesi Tengah terbuat dari tiang dan dinding kayu yang beratap ilalang dan
hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau
aula yang digunakan untuk festival atau upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah
tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut Gampiri.
Buya
atau sarung seperti model Eropa hingga sepanjang pinggang dan keraba semacam
blus yang dilengkapi dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga
merupakan pengaruh kerajaan Eropa. Baju banjara yang disulam dengan benang emas
merupakan baju laki-laki yang panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra
yang membujur sepanjang dada hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni
dan parang yang diselip di pinggang melengkapi pakaian adat.
Musik dan tarian di Sulawesi
Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya. Musik tradisional
memiliki instrumen seperti suling, gong dan gendang. Alat musik ini lebih
berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah
beretnis Kaili sekitar pantai barat - waino - musik tradisional - ditampilkan
ketika ada upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang
lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian.
Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika
festival.
Tari
masyarakat yang terkenal adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona,
kabupaten Poso dan kemudian diikuti masyarakat Kulawi, kabupaten Donggala.
Tarian dero khusus ditampilkan ketika musim panen, upacara penyambutan tamu,
syukuran dan hari-hari besar tertentu. Dero adalah salah satu tarian dimana
laki-laki dan perempuan berpegangan tangan dan membentuk lingkaran. Tarian ini
bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan jepang di
Indonesia ketika Perang Dunia II.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Tengah
Home
Tidak ada komentar:
Posting Komentar